Halaman 2: What You Can Do With Your Gear?

Tulisan ini dimasukin ke page sendiri, soale biar ga muncul di daftar posting. Karena ini berisi catatan dan isinya ilustrasi, jd aga redundant kalo dimasukin ke posting.

Okeh,

Sebenarnya interaksi saya dengan foto ya dimulai setelah masuk IG. Seliwar-seliwer selebgram di beranda yang awalnya menawarkan foto-foto narsis yang kece sampe lama-lama jualan ini itu. Foto-foto DIY atau small house yang bikin tangan gatel pengen pegang cutter, obeng, tang, mur, baut, etc. Foto-foto hasil masakan yang bawaannya bikin lafer terus. Foto-foto travelling yang ga kalah menarik iler ke titik maksimal.

Dari itu semua, saya paling suka DIY. Kalau udah pegang jarum, benang, lem, gunting aduh udahlah jangan diganggu. Ke-skip mood-nya sedikit saya uring-uringan ga bisa tidur. Tapi ya, itu penyakitnya jadi gini: cari kata kunci tertentu di pinterest, ada project yang menarik trus cari tutorialnya, trus (proses paling capek) geratakan cari bahan, trus (proses paling emosional) mulai start bikin project.

Tapi meskipun memacu adrenalin, saya memutuskan menghentikan DIY ini itu, konsumtif. Banget. Terutama buat cari bahan-bahan. Ga ada opsi entar-besok. Kudu sekarang sebelum mood hilang. Tanpa sadar bahan ketumpuk banyaaaakkk di rumah. Satu project harus selesai satu hari. Tandem dari pagi sampai malam. Selesai, rumah berantakan. Saya dapat katarsis, keluarga dapat produk tapi yang paling melelahkan adalah terus-terusan mikir cara mendapatkan bengkel buat sampah-sampah kreativitas itu. Dan segitu banyak barang, cuma saya yang punya. Egois, ya?

Saya ini haus katarsis. Harus ada kegiatan yang saya desain dan eksekusi sendiri. Kalau enggak, orang lain jadi korban. Ya antara suami atau anak lah korbannya. Cuma ya gitu, kalau sudah menyangkut 'manusia' saya ga bisa kontrol sampai di titik mana saya menjadi teman yang menyenangkan. Kadang saya jadi super menyebalkan. Tanpa sadar.

Dari banyak hal yang saya kasih ke suami supaya di-approve, dengan ger-cep doi langsung eksekusi pas saya bilang mau belajar fotografi. Langsung dicarikan kamera. Beda pas saya ijin-ijin mau upgrade golongan di kantor, bilangnya mau dipikir-pikir tapi entah sampai berapa tahun ga ada yang jelas. Udah deh nyerah aja. So, here I'am. Belajar jepret-jepret. Ya sudah kan? Sikat saja, daripada mubadzir mending kita kapitalisasi ya ga?

Jadi tadi malam dijelaskeun sama paksu ttg menu-menu yang ada di gadget jepret2. Anu, monmaap pak, ngejelasinnya kecepeten trus karena sayah kinestetik, kalo ngejelasin aja jadi ga nangkep gitu. Trus, kepoin storynya Alexander Thian yang foto-fotonya emejing! Lepas baca itu story yang kepikiran adalah nyari infografis macem di bawah ini.

Ya sih saya praktek juga tp bloman sempet mindah2in foto. For a while gambar-gambar di bawah ini ajalah ya sebagai review.

Besok kalo sempet Insyaallah dipanjang-panjangin pakek kalimat. Hags.
Photo taken from here.

Aperture
Photo taken from here.

ISO

Photo taken from here.

Shutter Speed

Photo taken from here.

No comments:

Post a Comment