Halaman 18: Female Matters (1): A Vindication of The Rights of Woman

Rigoberta Menchu, Guatemalan Human Right Activist (pict taken from here)

Disclaimer: tulisan ini digunakan untuk pembelajaran pribadi yang merupakan saripati dari esai A Vindication of the Rights of Woman karya Mary Wolstonecraft. Materi yang disusun ini bukan merupakan hasil kajian analitikal maupun materi literasi untuk umum, namun tidak lebih hanya sebagai upaya meningkatkan wawasan pribadi. Simpulan akhir terhadap karya tersebut bisa saja lain dari yang tertulis di sini.

A Vindication of the Rights of Woman: with Strictures on Political and Moral Subjects
(1792)--yang ditulis oleh Mary Wollstonecraft seorang penulis perempuan Inggris abad ke-18--adalah salah satu karya filsafat tentang diskursus kesetaraan perempuan paling awal. Esai ini ditulis dengan latar belakang Revolusi Prancis yang penuh gejolak. Revolusi tersebut mengilhami perdebatan-perdebatan dalam tema-tema yang senada di Inggris. Wollstonecraft banyak menerjemahkan perang opini dalam pamflet berbahasa Prancis. Terpengaruh dengan diskusi pemikiran di Prancis, komentator politik Inggris pada waktu tersebut juga perlahan membahas berbagai topik mulai dari pemerintahan perwakilan, hak asasi manusia hingga pemisahan gereja dan negara yang terlebih dahulu telah diangkat di Prancis.

Sebagai keterlibatan dalam diskursus berbagai aspek kehidupan bernegara tersebut, A Vindication of the Rights of Woman adalah sebuah respon dari Wollstonecraft untuk menanggapi para teoretikus pendidikan dan politik abad ke-18 yang tidak percaya perempuan harus memiliki pendidikan. Wollstonecraft berpendapat bahwa perempuan harus memiliki pendidikan yang sepadan dengan posisi mereka di masyarakat, bahwa perempuan sangat penting bagi bangsa karena perempuanlah yang mendidik anak-anak dan karena perempuan bisa menjadi "teman" bagi suami (lebih daripada sekadar status sebagai istri). Wollstonecraft berpendapat bahwa perempuan adalah manusia yang layak mendapatkan hak-hak dasar yang sama dengan laki-laki. Wollstonecraft menulis:

Besides, the woman who strengthens her body and exercises her mind will, by managing her family and practising various virtues, become the friend, and not the humble dependent of her husband; and if she deserves his regard by possessing such substantial qualities, she will not find it necessary to conceal her affection, nor to pretend to an unnatural coldness of constitution to excite her husband's passions. In fact, if we revert to history, we shall find that the women who have distinguished themselves have neither been the most beautiful nor the most gentle of their sex.

Wollstonecraft percaya bahwa perempuan yang memperkuat tubuhnya dan melatih pikirannya (dalam konteks mengurus keluarga dan berbuat baik) akan menjadi teman dan bukan hanya bergantung penuh pada suaminya. Perempuan pantas menerima penghormatan ketika memiliki kualitas substansial tersebut. Seorang perempuan tidak akan terlalu bergantung pada emosi dan melakukan hal-hal yang dirasa perlu untuk mengelola rasa sayang maupun untuk berpura-pura memunculkan kecemburuan yang tidak wajar hanya untuk mendapatkan kembali perhatian dari suami. Wollstonecraft menunjukkan bahwa dalam sejarah para perempuan yang berkarakter bukanlah yang paling cantik maupun yang paling lembut di antara perempuan lain. Namun, perempuan yang menyadari kualitas dirinya sebagai manusia seutuhnya jauh dari label yang disematkan masyarakat terhadap perempuan pada masanya.

Wollstonecraft tidak menggunakan argumentasi formal atau gaya prosa logis yang umum untuk penulisan filosofis abad ke-18 ketika menyusun karya-karyanya sendiri. A Vindication of the Rights of Woman adalah esai panjang yang memperkenalkan semua topik utamanya dalam bab-bab pembuka dan kemudian berulang kali dipertanyakan untuk diuji hipotesisnya dari sudut pandang yang berbeda. Karya ini juga mengadopsi gaya campuran yang menggabungkan argumen rasional dengan retorika emosi yang kuat.

Tampaknya penting bagi Wollstonecraft untuk merenungkan kebenaran-kebenaran yang diterima secara umum pada waktu itu, menurutnya perempuan seolah-olah menjadi sasaran terhadap hal-hal buruk yang terjadi di masyarakat. Di sisi lain perempuan tampak dilucuti dari berbagai konteks kebajikan. Perempuan diberikan label yang identik dengan kelembutan dan kasih sayang hingga akibatnya perempuan tidak memiliki pertahanan memadai ketika hidup di bawah tekanan. Cinta menjadi alasan publik untuk memberikan keadilan terhadap perempuan terlepas bahwa masing-masing perempuan memiliki karakter yang unik dan memiliki hak untuk dihormati. Wollstonecraft kemudian menyimpulkan secara emosional bahwa jika perempuan dengan identitas mereka sendiri tidak diizinkan untuk bernapas dalam udara kebebasan yang pada akhirnya mereka harus terus menerus memunculkan penampilan eksotik, anggun dan lemah lembut maka selamanya perempuan akan terus diingat sebagai simbol kelemahan.

Dalam tulisan-tulisannya (utamanya dalam A Vindication of the Rights of Woman) Wollstonecraft mengupayakan untuk memotivasi tersebarnya kultur akademik di kalangan perempuan, mendorong keterlibatan mereka dalam wacana politik dan filosofis dengan membangun perpaduan unik gaya maskulin dan feminin. Secara umum Wollstonecraft mengadaptasi banyak argumen filsafat dengan memberi tegasan pada karyanya sebagai "risalah" dengan "argumen" dan "prinsip".

Dalam A Vindication of the Rights of Woman menjelaskan bahwa sebagai seorang filsuf, Wollstonecraft mencurigai berbagai frasa halus yang dimaksudkan untuk merendahkan perempuan dan sebagai seorang moralis Wollstonecraft merasa perlu menegaskan apa yang dimaksud dengan sindiran-sindiran yang digunakan laki-laki terhadap perempuan seperti: heterogeneous associations, fair defects, amiable weaknesses, dst? Jika hanya ada satu kriteria moral, maka selama ini hanya berpihak kepada tafsir yang ditentukan laki-laki sementara di sisi lain perempuan ditekan takdir untuk tidak memiliki naluri yang leluasa, juga tidak diizinkan untuk menyempurnakan sudut pandang sehingga definisi ‘moral’ bisa diterima dengan lebih rasional. Perempuan hanya diciptakan untuk dicintai bukan untuk dihormati sehingga kehendak diluar tujuan tersebut diterjemahkan sebagai sikap maskulin tidak bisa dilekatkan kepada perempuan.

Namun, Wollstonecraft juga menggunakan nada pribadi, menggunakan "aku" dan "kamu", tanda hubung dan tanda seru, dan referensi otobiografi (seperti mereview pemikiran John Milton, Francis Bacon, JJ Rossseau, maupun John Gregory) untuk membuat suara feminin yang jelas dalam teks.

Salah satunya adalah ketika Wollstonecraft menerjemahkan pendapat JJ. Rousseau yang menyatakan, bahwa seorang wanita tidak boleh sedetikpun merasa dirinya mandiri, bahwa perempuan harus diatur oleh rasa takut terhadap ambisinya sendiri, merelakan dirinya menjadikan objek  yang memikat untuk hawa nafsu, hingga menjadi pendamping yang menyenangkan kapanpun laki-laki membutuhkan. Menurut Wollstonecraft, Rousseau memberikan argumen melalui metafor bahwa kebenaran dan ketabahan bagaikan batu penyangga dari semua kebajikan manusia yang perlu dipelihara dalam batas tertentu. Karena itulah anugrah penciptaan perempuan dimaknai sebagai pelajaran kerendahhatian untuk memunculkan ketegaran yang abadi.

Terhadap pendapat Rosseau tersebut Wollstonecraft meracau: kapan kiranya akan muncul laki-laki rasional untuk melenyapkan megalomania terhadap perempuan yang bercampur sensualitas untuk menghapus racun pemikiran pada saat itu. Menurut Wollstonecraft, jika perempuan menjadi penciptaan yang lebih ‘rendah’ dari manusia, mengapa standar kebajikan perempuan harus memiliki output yang sama dalam derajat maupun kualitas kehidupan? Atau kebajikan hanyalah ide fana yang tidak memunculkan prinsip dan tujuan yang sama atas sebuah perilaku?

A Vindication of the Rights of Woman lebih lanjut menggeneralisasikan genre-nya dengan merangkai elemen-elemen dari buku petunjuk, esai pendek, dan novel, genre yang sering dikaitkan dengan perempuan, sementara pada saat yang sama mengklaim bahwa genre ini dapat digunakan untuk membahas topik-topik filosofis seperti hak dan kewajiban. Terlepas dari pengakuan Mary Wollstonecraft terhadap karyanya, essai ini adalah cakrawala pertama yang menguliti lapis demi lapis perlakuan yang diterima perempuan pada abad ke-18. Karya Wollstonecraft menjadi dasar gerakan liberal feminism hingga sosialis-marxis feminis lahir kemudian dan membantah klaim-klaim yang disusun oleh liberal feminis. Bagaimanapun A Vindication of the Rights of Woman telah memberikan pondasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perempuan yang terus berlangsung hingga sekarang.


No comments:

Post a Comment